Polisi Mutilasi Anak Kandung, Bukan Kesalahan Proses Rekrut

TRANSINDONESIA.CO – Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Yogo Tri Hendiarto menilai tidak ada yang salah dalam proses perekrutan anggota polisi.

Hal tersebut disampaikannya menanggapi kasus mutilasi yang dilakukan Brigadir Petrus Bakus terhadap dua anak kandungnya.

“Tidak ada yang salah dengan rekrutmennya. Cuma, setelah direkrut, bagaiamana pengawasan, evalusi kesehatan jiwanya, seperti medical check up misal setahun sekali,” katanya, Jumat (26/2/2016).

Evaluasi kesehatan jiwa itu, ia menuturkan, merupakan laporan hasil pengecekan dari psikiater. Sehingga, jika anggota TNI/Polri mengalami gangguan kesehatan jiwa, misalnya stres, maka dapat diantisipasi dengan penanganan lebih dini. Sebab, ia berujar, penanganan tingkat stres berbeda-beda, mulai dari ringan, sedang dan berat.

Brigadir Petrus Bakus.[Ist]
Brigadir Petrus Bakus.[Ist]
“Fungsi lembaga itu penting dalam menjaga kesehatan jiwa tadi. Apakah ada terapinya, bagaimana perasaan polisi, itulah awal dari penyakit tadi,” ujarnya.

Sehingga, menurutnya, ada konsultasi maupun medical check up terhadap anggota institusi TNI/Polri. Jangan sampai, peristiwa memilukan yang dilakukan anggota TNI/Polri terulang kembali.

Sebelumnya, anggota Polres Melawi, Brigadir Petrus Bakus, tega memutilasi dua anaknya sendiri, Febian (5) dan Amora (3) di rumahnya. Peristiwa sadis tersebut terjadi pada Kamis (25/2) sekitar pukul 24.00 WIB di Asrama Polres Melawi, Kalimantan Barat.

Kabid Humas Polda Kalbar AKBP Arianto menjelaskan, pelaku juga berusaha membunuh istrinya. Tetapi istrinya terbangun saat suaminya mendatangi dengan membawa parang yang sudah berlumuran darah dengan mengatakan akan membunuh istrinya.[Rol/Lin]

Share
Leave a comment