Maluku dan NTT Berhak atas Blok Masela

TRANSINDONESIA.CO – Pemerhati masalah Laut Timor Ferdi Tanoni mengatakan Maluku dan Nusa Tenggara Timur (NTT) berhak mendapatkan hak partisipasi atau “participating interest” (PI) dalam pengeboran gas alam abadi di Blok Masela.

“Maluku tidak bisa klaim untuk mendapat PI sendiri, karena Blok Masela berada di cekungan Laut Timor. NTT juga berhak untuk mendapatkan PI pengelolaan gas alam di Blok Masela,” kata Tanoni kepada pers menanggapi hangatnya pemberitaan soal Blok Masela, di Kupang, Sabtu (6/2/2016).

Tanoni yang juga Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) itu mengatakan dikaji dari UU No.2 Tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah, hak pengelolaan wilayah laut untuk setiap provinsi hanya mencapai 12 mil, sedang letak Blok Masela justru lebih dari 12 mil.

“Yang lebih berhak atas Blok Masela adalah pemerintah pusat, karena berada di wilayah abu-abu. Kita berharap, Maluku dan NTT bisa mendapatkan saham 10 persen dari perusahaan pengolah sumber gas alam tersebut,” ujarnya.

Mantan Agen Imigrasi Kedubes Australia itu menambahkan masyarakat adat berhak untuk mendapatkan PI dari perusahaan pengelola gas alam di Blok Masela sesuai amanat Deklarasi PBB tanggal 13 September 2007 tentang hak-hak masyarakat adat.

Blok Masela.[Dok]
Blok Masela.[Dok]
Sesuai amanat Deklarasi PBB tersebut, hak hak masyarakat adat sedunia telah diakui eksistensinya sehingga sangatlah wajar jika semua perusahaan minyak yang beroperasi di Blok Masela maupun di Laut Timor harus memberikan saham minimal 10 persen kepada masyarakat adat sebagai pemangku kepentingan.

Blok Masela digarap oleh perusahaan minyak Royal-Shell Belanda dan Inpex yang berbasis di Jepang dengan nilai investasi sekitar 20 miliar dolar AS atau sekitar Rp200 triliun untuk mengembangkan blok kaya gas Masela yang terletak di Laut Timor antara Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Maluku.

Tanoni menegaskan Blok Masela bukan terletak di Laut Arafura selatan sebagaimana yang diperdebatkan selama ini, tetapi terletak di Laut Timor antara Provinsi NTT dan Maluku, sehingga masyarakat adat Timor, Rote, Sabu dan Alor berhak atas kekayaan gas di Blok Masela.

Investasi di Blok Masela bisa naik sampai 20 miliar dolar AS, karena perusahaan minyak tersebut berusaha untuk meningkatkan kapasitas produksi gas alam cair di fasilitas abadi terkait untuk 6.000.000 metrik ton per tahun.

Penulis buku “Skadal Laut Timor, Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta” ini mengatakan akan segera menyurati Royal Shell Belanda dan Inpex Jepang untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat adat untuk bisa menguasai 10 persen saham dalam investasi di Blok Masela tersebut.

Menurut dia, saham 10 persen dari pemerintah pusat itu perlu diperjuangkan oleh pemerintah kedua provinsi agar dapat dihibakan kepada masing-masing provinsi sebesar lima persen guna mempercepat pembangunan dan memicu pertumbuhan ekonomi di kedua provinsi yang ada di Indonesia Timur itu.

“Perjuangan ini penting dan mendesak agar saham 10 persen dari pemerintah pusat itu tidak dihibakan kepada Pertamina, tetapi kepada Maluku dan NTT yang masih sangat terkebelakang ini,” katanya.[Ant/Kum]

Share
Leave a comment