Pidato: Isi Hati, Pikiran Atau Seremonial?

TRANSINDONESIA.CO – “Bapak dua, ibu dua (maksudnya bapak-bapak, ibu-ibu) ……” Penggalan kata pertama dan kedua dalam kalimat pembukaan menunjukan bahwa si penyampai pidato dalam memberi sambutan tidak tahu apa yang ia sampaikan.

Membacanya saja terbata-bata apalagi menulis dan memahami isinya. Seringkali orang-orang menganggap sepele atau menganggap biasa pidato dan menyerahkan stafnya atau org lain membuatkan dan disusun secara terpisah-pisah.

Parahnya lagi, dibuatkan oleh penyelenggara acara yang meminta sambutan. Pidato memang sebagai bagian dari seremonial, namun menyampaikanya bukan semata-mata sekedar membaca, melainkan memberikan tanggapan atas makna, manfaat dan dampak atas kegiatan yang disambutnya.

Bagaimana kaitan dengan masa lalu, kondisi saat ini dan bagaimana denga kondisi msa yang akan datang.

Para penyambut atau pemberi pidato adalah orang-orang yang dianggap penting, sehingga dari makna dan pemikiran maupun tanggapanya akan memberi roh kekuatan, motivasi, kritik dan saran untuk perbaikan atau setidaknya menunjukan acara yang dibuat berbobot  atau setidaknya memiliki nilai plus.

Presiden RI pertama, Soekarno.[Ist]
Presiden RI pertama, Soekarno.[Ist]
Beliau-beliau diatas sana memang sibuk, namun pada penyampaian pidato setidaknya arahan atas isi hati dan pemikirannya tetap menjadi point-point penting diarahkan kepada yang akan mengedit secara utuh, bukan diglundungkan begitu saja.

Pidato merupakan hal penting bagi sebuah acara dan sambutan-sambutan yang disampaikan menjadi penguat, pendukung,  pemberi harapan bagi yang memintanya dan yang terpenting lagi adalah penghargaan dan apresiasi.

Kita sering melihat bagaimana para pemimpin dunia bisa menjadi orator-orator  ulung, seperti Bung Karno yang menggelora dalam pidatonya seolah menyihir para pendengarnya. Kata, demi kata seakan memiliki roh yng dijiwai.

Barrack Obama, sampai meneteskan air mata dalam pidatonya atas kekerasan atau kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai ungkapan hati kesedihan, kekecewaan, rasa empati dan berbela rasa.

Apa yang ingin disampaikan di sini adalah pidato bukan sekedar bagian dari seremonial tetapi ini adalah isi hati, pemikiran, dan rasa dlm mengapresiasi, empati dan turut berbela rasa.[CDL-31012016]

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Share
Leave a comment