IRT Tertinggi HIV

  HIV/AIDS
HIV/AIDS

TRANSINDONESIA.CO – Seorang aktivis menunjukkan pita merah, simbol kesadaran HIV/AIDS. Berdasarkan data terbaru Kementrian Kesehatan, perlu ada penyadaran HIV kepada ibu rumah tangga (IRT).

Data kementerian Kesehatan menyebutkan Ibu rumah tangga menempati urutan terbesar orang dengan HIV-AIDS ODHA, menurut kelompok mata pencahariannya, sebanyak 9.096. Sementara urutan kedua yaitu karyawan 8.287, sementara yang tidak diketahui profesinya mencapai 21.434 orang.

Angka itu terungkap dalam laporan data kumulatif HIV-AIDS sepanjang tahun 1987 sampai dengan September 2015.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Menular Sigit Priohutomo mengatakan ibu rumah tangga rentan tertular HIV karena suaminya merupakan orang yang memiliki perilaku berisiko tinggi terkena HIV.

“Sekitar 4,9 juta dari mereka menikah dengan pria berisiko tinggi dan sebanyak 6,7 juta pria di Indonesia merupakan pembeli seks,” jelas Sigit.

Tetapi, menurut Sigit, besarnya angka kumulatif tersebut tidak berarti prevalensi (kelaziman) HIV di kalangan ibu rumah tangga tinggi.

Data HIV di kalangan ibu rumah tangga, menurut Sigit, diketahui setelah kementerian kesehatan gencar melakukan tes HIV terhadap orang dengan perilaku yang tidak berisiko tinggi, tetapi rentan tertular jika suaminya memiliki perilaku berisiko tinggi seperti menjadi pengguna jarum suntik dan pembeli seks.

Untuk mengetahui tingkat penularan HIV terhadap ibu rumah tangga dan pencegahan penularan terhadap bayi, Kementerian Kesehatan melakukan tes HIV terhadap ibu hamil.

“Pemerintah terus menambah jumlah perangkat tes – dari di bawah 3 juta pada 2013 sampai 5 juta pada 2015 – dan memperluas kriteria pencarian,” jelas Sigit, “Dulu kita mengarah ke orang yang terduganya itu sangat tinggi. Sekarang ini, populasi umum pun kita periksa; terutama ibu hamil, untuk mencegah penularan dari ibu ke anak.”

Pemerintah menargetkan tes HIV untuk ibu hamil mencapai 90%.

“Jika terbukti HIV positif, (mereka) akan diberi pengobatan. Dan bayi yang lahir dari ibu HIV positif akan kita periksa, supaya kita tahu perkembangannya dari ibu ke anak itu bagaimana,” jelas dia.

Kurang Deteksi

Tetapi upaya pemerintah untuk melakukan tes terhadap ibu rumah tangga, dianggap tidak cukup untuk mencegah penularan HIV terhadap kelompok ini.

Aktivis HIV dari Yayasan Spiritia, Gina Santi, mengatakan tak cukup mendeteksi perempuan yang hamil, karena bisa jadi sudah terlambat, untuk itu perlu diadakan sosialisasi tentang HIV bagi ibu rumah tangga di tingkat RT.

“Concern kita di lapangan itu sebenarnya bagaimana ada gerakan door-to-door (untuk) memberikan informasi komprehensif kepada ibu rumah tangga. Harapannya memang ibu rumah tangga yang di rumah tugasnya memasak, ngurus anak, enggak tahu apa-apa, didatangi petugas yang menginformasikan tentang HIV,” kata Gina.

Selain sosialisasi, menurut Gina, petugas Puskesmas juga perlu strategi membuka komunikasi antar pasangan bila istri lebih dahulu ketahuan mengidap HIV.

“Perempuan itu banyak dilemanya. Ketika dalam kondisi hamil mereka ke layanan (tes HIV) kemudian terbukti mereka HIV positif, masalah terberat adalah bagaimana memberitahu suami mereka ketika pulang ke rumah.”

Berdasarkan pengalamannya, Gina yang juga merupakan seorang ODHA, tertular dari suaminya, dan baru mengetahuinya pada tahun 2005 ketika hamil.

“Saya berharap sosialisasi terhadap ibu rumah tangga membuat mereka mengetahui jika suaminya memiliki perilaku yang berisiko tinggi,” jelasnya.(Nov)

Share
Leave a comment