Masyarakat Tolak Izin HTI PT.RRL di Pulau Bengkalis

Pulau Bengkalis
Pulau Bengkalis

TRANSINDONESIA.CO – Penolakan masyarakat Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis, Riau, terhadap konsesi PT Rimba Rokan Lestari (PT. RRL) di daerah mereka harus jadi perhatian Pemerintah Kabupaten Bengkalis, Selasa (3/11/2015),

Untuk itu, Pemda Bengkalis harus mengambil sikap atas izin yang diterbitkan pemerintah pusat tahun 1998 itu.

Pasalnya, jika reaksi penolakan dari berbagai kalangan masyarakat Bengkalis dan termasuk anggota DPRD Bengkalis serta pemerhati lingkungan hidup ini tidak disikapi, dikhawatirkan akan muncul konflik berkepanjangan.

Salah seorang anggota DPRD Bengkalis daerah pemilihan kecamatan Bengkalis-Bantan, Sofyan SPdI dengan tegas menyatakan bahwa pulau Bengkalis, khususnya pemukiman masyarakat tidak boleh dijadikan kawasan HTI.

Ia berpendapat, pembukaan HTI atau areal perkebunan kelapa sawit yang diberi izin oleh pemerintah, tidak boleh menghancurkan kehidupan masyarakat tempatan.

“HTI atau perkebunan kelapa sawit dalam skala besar, jangan sampai menghancurkan kehidupan masyarakat yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Saya sudah mendapat kabar, ada pematokan lahan yang terdapat di pemukiman masyarakat oleh perusahaan swasta, ini harus ditinjau ulang dan ditolak,” tegas Sofyan, kemaren.

Disampaikan juga oleh politisi PDI.Perjuangan ini, pemerintah harus melindungi hak-hak hidup warganegara. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HT) yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan nomor SK Izin: 262/Kpts-II/1998 Tanggal 27 Februari 1998, dengan luas area 14.875 hektar dengan status izin aktif dan status izin permodalan swasta harus ditinjau ulang dan dibatalkan secara hukum.

“Kalau tetap dilanjutkan izin tersebut, tentu akan memunculkan konflik antara masyarakat dengan perusahaan. Untuk itu Pemkab Bengkalis harus mengambil sikap dengan menghormati hak-hak masyarakat. Kita di DPRD akan satukan suara menolak HTI di Pulau Bengkalis ini, kalau hanya menyengsarakan apalagi sampai menggusur rakyat,” ungkap Sofyan.

Terkait pemberian izin HTI kepada PT. Rimba Rokan Lestari oleh Menteri kehutanan pada masa itu, pemerhati masalah lingkungan Tun Ariyul Fikri menyebutkan, kalau izin itu bisa ditinjau kembali dari berbagai aspek.

Karena diyakininya, IUPHHK-HTI itu premature, sebab diterbitkan ketika terjadinya transisi pemerintahan di Indonesia dari rezim orde baru ke pemerintahan hasil reformasi 1998.

“IUPHHK-HTI itu diterbitkan pada masa Menteri Kehutanan dijabat Djamaloedin Soeryohadikoesoemo, pada kabinet pembangunan VI era Soeharto. Ketika itu, izin IUPHHK-HTI diterbitkan tidak hanya untuk Pulau Bengkalis, tetapi Riau Daratan seiring beroperasinya perusahaan pulp and pappers yaitu PT.Indah Kiat Pulp and Pappers di Perawang-Siak dan PT.Riau Andalan Pulp and Pappers di Pangkalan kerinci-Pelalawan,”ulas Tun Ariyul.

Alumni Politekhnik Bengkalis tersebut mengaku heran dengan PT.Rimba Rokan Lestari yang mendapat izin tahun 1998, tapi baru mengelola kawasan konsesi hutan di desa Jangkang dan Bantan Air kecamatan Bantan tahun 2015 ini.

Sikap perusahaan tersebut akan menimbulkan gejolak ditengah masyarakat, karena pasti akan ada penolakan keras, tidak hanya dari elemem masyarakat yang tergusur tapi komunitas lain yang peduli nasib masyarakat yang akan digusur.

“Pemkab Bengkalis harus segera bersikap tentang status kawasan yang sudah dihuni puluhan tahun oleh masyarakat di Bantan Air dan Jangkang tersebut. Bisa saja izin dikeluarkan di Pulau Bengkalis yang notabene lahan gambut, karena lobby pengusaha dengan pemerintah waktu itu, karena izin diterbitkan pada masa rezim Soeharto berkuasa. Dimana pada waktu itu semuanya dilegalkan orde baru dengan dalih investasi, termasuk menghancurkan hak-hak hidup warganegara oleh Soeharto sendiri ketika berkuasa,” tukas Tun Ariyul memberi alasan.(Sbr)

Share
Leave a comment