Stres Kerja, Pemicu Utama Stroke Masyarakat Modern

Ilustrasi
Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – Satu dari empat pekerjaan memiliki tingkat ketegangan yang tinggi, dan orang-orang yang bekerja dalam lingkaran pekerjaan tersebut menghadapi risiko serangan stroke yang tinggi.

Berdasarkan penelitian terhadap hampir 140 ribu peserta, para peneliti menemukan risiko stroke yang 22 persen lebih tinggi pada orang-orang dengan ketegangan pekerjaan tinggi, dibanding mereka yang memiliki stres pekerjaan rendah. Dalam beberapa kasus, risiko stroke bahkan meningkat hingga 58 persen.

Dilansir Reuters, penulis penelitian, Dr. Dingli Xu dari Southern Medical University di Guangzhou, China mengatakan studi sebelumnya tentang tekanan kerja dan stroke dianggap tidak konsiste. Xu dan rekannya mencatat dalam jurnal Neurology bahwa banyak penelitian menghubungkan ketegangan pekerjaan dengan penyakit jantung dan tekanan darah tinggi secara khusus, tapi mereka tidak menyebutkan tentang stroke.

Penelitian tersebut mendefinisikan pekerjaan dengan ketegangan tinggi sebagai pekerjaan yang mempunyai tuntutan yang tinggi dan sedikit kendali atas pengambilan keputusan.

Tim peneliti Xu menganalisis data dari enam penelitian yang melibatkan total 138,782 peserta, selama tiga sampai 17 tahun. Mereka mengklasifikasikan tekanan kerja berdasarkan tuntutan, misalnya tekanan waktu, beban mental, koordinasi, dan kontrol, yakni kemampuan pekerja untuk memutuskan kapan dan bagaimana mereka menyelesaikan tugas.

Berdasarkan kategori tersebut, pekerjaan pasif, misalnya petugas kebersihan atau pekerja kasar, memiliki tuntutan dan kontrol yang rendah. Pekerjaan dengan tekanan rendah, misalnya dokter, guru, dan insinyur mempunyai tuntutan tinggi dan kontrol tinggi.

Tak satu pun dari dari jenis pekerjaan kategori pertama dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke pada studi baru. Namun, orang-orang dengan tekanan pekerjaan tinggi, yang melibatkan tuntutan tinggi dan kontrol rendah, misalnya pelayan dan perawat, memiliki risiko stroke 22 persen lebih tinggi daripada orang dengan tekanan pekerjaan rendah.

Risikonya menjadi 33 persen lebih tinggi pada perempuan dengan pekerjaan yang ketegangannya tinggi, dibandingkan mereka dengan pekerjaan yang ketegangannya rendah.

Selanjutnya, untuk kedua jenis kelamin, risiko stroke iskemik, yang biasanya disebabkan oleh gumpalan yang menyumbat aliran darah ke otak, adalah 58 persen lebih besar pada kelompok dengan pekerjaan ketegangan tinggi, dibandingkan kelompok pekerjaan yang ketegangannya rendah.

Bentuk umum lain stroke, hemoragik, yang disebabkan oleh pembuluh darah yang rusak di otak, kurang dikaitkan dengan ketegangan pekerjaan.

“Saya berpikir, setiap orang secara intuitif tahu bahwa pada umumnya stres dapat meningkatkan penyakit, dan penelitian ini menunjukkan bahwa stres pekerjaan meningkatkan risiko stroke,” kata Jennifer J. Majersik dari Universias Utah di Salt Lake City, yang membuat tulisan editorial penyerta dalam studi tersebut.

Namun, faktor lain, misalnya merokok, tekanan darah tinggi, dan diabetes adalah yang lebih penting, katanya.

Dalam masyarakat modern, stres karena pekerjaan adalah penyebab tekanan psikologis terpenting. Namun, menurut Xu, stres yang dirasakan dari pekerjaan tertentu mungkin berbeda di negara yang lain, karena efek sosial budaya yang berbeda.

Meskipun tidak diuji, masuk akal jika seseorang meningkatkan kontrol dalam pekerjaan stres tinggi bisa meringankan beberapa ketegangan, dan bisa mengurangi risiko stroke, katanya.

“Telecommuting (bekerja tanpa harus datang ke lokasi bekerja), jam kerja fleksibel, memungkinkan pengambilan keputusan menjadi tidak sangat berat, sehingga seseorang membuat keputusan tentang pekerjaan mereka sendiri. Ini secara luar biasa dapat memperbaiki kesehatan masyarakat,” katanya.(Cnn/Nuk)

Share
Leave a comment