Korupsi Ansuransi Adhi Karya Di Penjara 5 Tahun

Adhi Karya
Adhi Karya

TRANSINDONESIA.CO – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Bali menghukum Imam Wijaya Santosa, terdakwa kasus korupsi klaim asuransi PT Adhi Karya Divisi Konstruksi VII yang merugikan negara sebesar Rp12,35 miliar selama lima tahun penjara.

“Selain hukuman lima tahun penjara terdakwa wajib membayar denda Rp50 juta, subsider tiga bulan kurungan,” kata Ketua Majelis Hakim Cening Budiana dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, Senin (21/9/2015).

Hakim juga menjerat terdakwa pidana tambahan membayar uang pengganti Rp5 miliar dan apabila tidak bisa membayar uang pengganti itu dihukum dua tahun penjara.

Sedangkan, barang bukti yang dikorupsi terdakwa dirampas untuk mengganti uang kerugian negara, apabila tidak mencukupi harta benda milik terdakwa dilelang untuk menutupi kerugian itu.

Perbuatan terdakwa terbukti melangar Pasal 3 Ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Vonis hakim terhadap terdakwa itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut hukuman 11 tahun penjara dan membayar denda Rp300 juta subsider enam bulan penjara.

Terdakwa yang merupakan mantan pimpinan PT Adhi Karya Divisi Konstruksi VII (Bali, NTB dan Maluku), juga diwajibkan mengembalikan uang negara Rp12,35 miliar.

Hal memberatkan tuntutan terdakwa karena tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi sedangkan yang meringankan adalah terdakwa sopan dalam sidang dan memiliki tanggungan keluarga.

Kemudian, hal yang meringankan hukuman terdakwa karena bersikap sopan dalam persidangan, mengakui perbuatannya, dan memberi keterangan tidak berbelit-belit.

Dalam dakwaan dijelaskan bahwa kasus yang menjerat terdakwa terkait masalah klaim asuransi yang harusnya dimasukkan ke dalam rekening PT Adhi Karya Divisi Konstruksi VII, namun dimasukkan dalam rekening pribadinya.

Perbuatan terdakwa dilakukan sejak 2012 yang mengakibatkan kerugian mencapai Rp900 juta. Sedangkan dana-dana lainnya, yang didapat dari berbagai proyek di wilayah Bali, NTB, NTT dan Maluku itu, mestinya juga harus dimasukkan dalam rekening perusahaan, namun oleh tersangka dimasukkan ke dalam rekening pribadinya.

Apabila digabung untuk masalah klaim asuransi dan dana-dana lainnya yang didapat dari berbagai proyek itu, jumlah kerugian negara mencapai Rp12,35 miliar.

Mendengar putusan majelis hakim itu, JPU maupun terdakwa menyatakan pikir-pikir.(Ant/Oki)

Share
Leave a comment