Bangkitnya Kejayaan Nusantara dan Selamat Dari Pembohongan Daendels

Gubernur Jenderal Belanda, Herman Willem Daendels
Gubernur Jenderal Belanda, Herman Willem Daendels

TRANSINDONESIA.CO – “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah” Bung Karno.

Mulailah dengan kembali meninjau sejarah Indonesia atau Nusantara, yang sesungguhnya tidak pernah dijajah oleh Belanda selama 350 tahun, tetapi yang terjadi adalah dimana para Raja-Raja di Nusantara bekerja sama dengan perusahaan Belanda bernama VOC (Verenigde Oostindische Compagnie).

Pada saat itu Hindia-Belanda di abad ke-17 dan 18 tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda. VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.

Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala.

VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.

Dari kacamata sejarah Nusantara, pasukan Belanda tidak pernah menindas Pribumi tapi memberi tekanan kepada Raja-Raja.

Dimana bukti kalau Belanda tidak pernah menjajah kita sesungguhnya? sangat sederhana sekali, sekarang coba kita tanya kepada seluruh manusia dimuka bumi ini, apakah disetiap daerah yang katanya dijajah Belanda tersebut kita menggunakan bahasa Belanda?

Oh…ternyata tidak, jadi ini bukti kalau kita tidak pernah dijajah Belanda.

Kemudian ada pertanyaan dalam catatan sejarah yang konon katanya Gubernur Jenderal Belanda, Herman Willem Daendels membangun Jalan antara Anyer sampai dengan Panarukan.

Menurut beberapa sumber sejarah, Jalur jalan ini melalui garis pantai dari Batavia menuju Carita, Caringin, menembus Gunung Pulosari, Jiput, Menes, Pandeglang, Lebak hingga Jasinga (Bogor).

Pembangunan jalan Daendels dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Jawa Timur) sejauh 1000 km pada tahun 1809 – 1810 yang bertujuan untuk mempercepat tibanya surat-surat yang dikirim antar Anyer hingga Panarukan atau sebagai jalan pos, namun jalan-jalan itu dalam perkembangan selanjutnya banyak dipengaruhi kehidupan masyarakat disekitarnya dan telah berubah fungsinya antara lain mejadi jalan ekonomi atau jalan umum dan kini sudah banyak bangunan disekitarnya.

Rute jalan Daendels di Kabupaten Serang sampai saat ini sebetulnya masih dihantui oleh kesimpangsiuran informasi. Karena yang beredar di masyarakat ada dua pendapat ada yang berpendapat bahwa jalan Daendels melewati Kabupaten Lebak, namun ada juga yang menyatakan hanya melewati Kabupaten Serang saja.

Memang, menelusuri jalan Daedels dari titik Km nol di Anyer hingga 1000 Km di Panarukan, orang sering bingung untuk menentukan rute yang benar apakah melalui Serang ataukah melalui Lebak, beberapa masyarakat yang dihubungi, hanya mengenal jalan Daendels dari Anyer sampai Serang. Tidak itu saja di Banten juga banyak jalan-jalan yang bercabang dan masyarakat setempat menamakannya jalan Daendels.

Kesimpang siuran informasi itu menurut Halwany Michrob, wajar-wajar saja sebab pembuatan jalan Deandels saat itu melakukannya dalam dua tahapan, tahap pertama merupakan pembuatan jalan untuk membuka poros Batavia – Banten pada tahun 1808, pada masa itu Daendels memfokuskan kegiatannya pada pembangunan dua pelabuhan di utara (Merak) dan di selatan (Ujung Kulon).

Jalur ini melalui garis pantai dari Batavia menuju Carita, Caringin, menembus Gunung Pulosari, Jiput, Menes, Pandeglang, Lebak hingga Jasinga (Bogor). Tahap kedua dimulai tahun 1809, Dari Anyer melalui Pandeglang jalan bercabang dua menuju Serang (utara) dan Lebak (selatan). Dari Serang, rute selanjutnya Ke Tangerang, Jakarta, Bogor, Puncak, Cianjur, Bandung, Sumedang, Cirebon hingga Panarukan, sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Jalan inilah jalan yang di sebut jalan utama atau jalan protokol, tetapi itu tidak berarti bahwa tidak ada cabang-cabang jalan lainnya yang dilewati oleh Daendels.

Coba kita simak, apakah masuk di akal atau secara logika Jalan Anyer – Panarukan sepanjang 1000 Km dibuat dalam waktu dalam 3 tahun 4 bulan. Apakah benar demikian?

Di era serba modern dan teknologi canggih ini saja, pembangunan jalan Tol Cikampek – Palimanan yang panjangnya hanya 122 Km x 2 jadi totalnya 244Km dibangun dalam kurun waktu 2 tahun 8 bulan. Itu dilakukan dengan berbagai alat modern bukan tenaga manual (amnesia) seutuhnya seperti yang disebutkan pada pembangunan jalan Anyer – Panarukan.

Apalagi saat Daendels berkuasa, hutan yang ditumbuhi pohon-pohon besar itu harus ditumbang sebelum dibangun jalan, berapa lama butuh waktu untuk memotong pohon-pohon besar itu?

Artinya, cerita Daendels itu dapat disebut sebagai “pembohongan sejarah’, karena dia (Daendels) mau potong pohon pakai apa? Sedangkan alat pemotong hanya batu dan besi (parang) seadanya.(GBDW)

Oleh : Guru Bangsa Dharma Wisesa

Share
Leave a comment