Posko Perjuangan Boemi Poetera Diresmikan di Stabat

Seknas Serikat Boemi Poetera, Ir. H. Abdullah Rasyid, ME (kanan) bersama aktivis Serikat Boemi Poetera berdialog dengan warga FKMM di Sekretariat Serikat Boemi Poetera, Jalan Kenanga Sari No. 2, Medan Selayang, Sabtu (30/1/2015).(Don)
Seknas Serikat Boemi Poetera, Ir. H. Abdullah Rasyid, ME (kanan) bersama aktivis Serikat Boemi Poetera berdialog dengan warga FKMM di Sekretariat Serikat Boemi Poetera, Jalan Kenanga Sari No. 2, Medan Selayang, Sabtu (30/1/2015).(Don)

TRANSINDONESIA.CO – Sekretaris Nasional (Seknas) Serikat Boemi Poetera, Ir. H. Abdullah Rasyid, ME, meresmikan Posko Perjuangan Boemi Poetera di Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Minggu (31/5/2015). Posko ini didedikasikan sebagai pusat pergerakan untuk menghentikan alihfungsi lahan mangrove.

“Selain menjadi pusat pergerakan untuk menghentikan alihfungsi lahan mangrove yang telah menyengsarakan masyarakat pantai, posko ini juga merupakan simbol kebangkitan kaum bumi putra. Selanjutnya, bergandengan dengan Sekretariat Bersama (Sekber) Pembangunan dan beberapa elemen gerakan lainnya, secara paralel kita akan dirikan posko-posko di kawasan pantai,” ujar Rasyid kepada wartawan, usai peresmian posko.

Rasyid datang ke Stabat bersama rombongan aktivis dari Medan, di antaranya Koordinator Provinsi (Korprov) Serikat Boemi Poetera Robert Situmorang, Ketua Sekber Pembangunan Sumut Indra Gunawan dan aktivis lingkungan Rulyanto Gondrong. Rombongan disambut Koordinator Daerah (Korda) Serikat Boemi Poetera Rismandianto Karokaro, Ketua Sekber Pembangunan Langkat Rahmad Rinaldi dan kalangan masyarakat yang bermukim di garis pantai Kabupaten Langkat.

“Kami amat berharap adinda Risman dan adinda Rinaldi dapat memberi ruh pergerakan pada posko yang kita dirikan ini. Begitupula dengan generasi-generasi muda bumi putra yang berhimpun di Serikat Boemi Poetera dan Sekber Pembangunan Langkat. Alhamdulillah, saudara-saudara bumi putra yang berkehidupan di kawasan pantai telah bertekad bangkit menghentikan alihfungsi lahan mangrove, jaga semangat ini,” tegas Rasyid dalam amanatnya saat peresmian.

Sementara itu Risman mengaku akan menggerakkan segenap potensi untuk melawan ketidakadilan yang dirasakan kaum bumi putra. Dalam kesempatan tersebut, dia juga menyerahkan berkas berisikan fakta temuan mengenai kasus alihfungsi lahan mangrove dan luncuran Program Keluarga Harapan (PKH) di Langkat.

“Mengenai alihfungsi lahan mangrove, pada berkas tersebut ada fakta-fakta terbaru yang kami peroleh di lapangan. Mengenai PKH, juga detail kami ungkap mengenai proses rekrutmen pendamping yang menyalahi aturan. Selain prosesnya tidak transparan, kami menemukan ada pendamping yang terlibat partai politik dan memangku jabatan lain. Jelas ini melanggar aturan dan karenanya kami khawatir program PKH ke depan akan menjadi ajang kepentingan,” ujar Risman didampingi Rinaldi, yang berharap perjuangan warga Langkat bisa segera menjadi pembahasan tingkat nasional lewat tangan Abdullah Rasyid.

Sekadar diketahui, persoalan alihfungsi lahan mangrove saat ini telah melanda garis pantai Sumatera bahkan pulau-pulau lain di Indonesia. Serikat Boemi Poetera sendiri telah mengutus Tengku Zainuddin melakukan penelitian di Desa Perlis, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat. Beberapa bulan lalu hasil penelitian itu pun telah dirilis pada jurnal ilmiah Universitas Negeri Medan (Unimed).

Dalam penelitiannya, Tengku Zainuddin mengungkap bahwa alihfungsi lahan mangrove di Perlis telah mengakibatkan perubahan struktur sosial dan hilangnya budaya berburu madu hutan mangrove. Perubahan struktur sosial tampak kasat mata, lantaran masyarakat setempat tak lagi bisa menafkahi keluarga dengan mencari kepiting, udang dan kerang di garis pantai Perlis. Biota pantai itu berbiak hanya bila hutan mangrove masih terjaga.

“Sekarang, mangrove di desa kami sudah tipis (baca; hampir musnah) berganti sawit. Semakin hajab sudah kami,” ungkap Erpan, salah seorang warga Perlis yang menyaksikan peresmian Posko Perjuangan Boemi Poetera di Stabat.

Serikat Boemi Poetera juga telah menggelar focus group discussion (FGD) di Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU), 29 Januari 2015, untuk mencari pola efektif menghentikan alihfungsi lahan mangrove di Sumatera Utara. Masius P Nainggolan, utusan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut, yang hadir dalam FGD mengungkap dari sekitar 400 ribu hektare hutan mangrove di Sumut, saat ini hanya tersisa sekitar 38 ribu hektare. Dan, sebagian besarnya terdapat di Langkat dan Deliserdang.(don)

Share
Leave a comment