PDAM Tirta Malem Ajang Korupsi?

Pengolahan air.(Don)
Pengolahan air.(Don)

TRANSINDONESIA.CO – Penyaluran air bersih dilakukan PDAM Tirta Malem dari delapan wilayah unit kerja Ibu Kota Kecamatan (IKK). Seperti Kec. Kabanjahe, Payung, Tiga Binanga, Simpang Empat, Juhar, Munte, dan Tigapanah dengan jumlah pelanggan (unit SL) mecapai 16.002. Jumlah penduduk 349.785 jiwa/ jumlah penduduk di wilayah pelayanan (8 kecamatan).

Penduduk terlayani mencapai 96.012 jiwa (data laporan Audit BPKP 2009) kini kebanyakan masyarakat beralih ke sumur bor. Disebabkan pendistribusian air kerap macet, air tidak jernih, dan tagihan iuran tidak normal.

“Pastinya, tidak pernah air nyala secara normal. Selalu saja mati, dan yang lebih parahnya lagi kelamaan padamnya air ketimbang waktu penyalurannya, ditambah lagi warna airnya buntel (keruh),” ungkap Jasuran Sitepu warga Desa Samura usai membayar iuran air di kantor PDAM Tirta Malem Jalan Jamin Ginting, Kabanjahe, Sumatera Utara.

Begitupun, kata Jasuran, dirinya tetap setia menjadi pelanggan PDAM Tirta Malem, meski kendala air kerap bermasalah serta iuran air tidak menentu dan paling murah pembayaran dilakukannya Rp60.000, per bulan.

“Paling redah iuaran dibayar setiap bulannya Rp60.000. Padahal kami bertiga di rumah, anak masih kecil. Mungkin karena tidak ada meteran di rumah. Itu pula kelebihannya PDAM Tirta Malem ini, bisa suka – suka hati pelanggannya disebabkan perusahaan yang sudah mengalami hidup segan mati tak mau, terpaksalah dimanfaatkan selaku tempat ajang korupsi,”ungkapnya.

Nelson Ginting warga Tigapanah mengakui, dirinya baru saat ini mengunakan sumur bor, disebabkan rasa kesabaran terhadap ulah perusahaan yang dikelolah oleh Pemkab. Karo tersebut semangkin bobrok dari tahun ke tahun, meski Dir lama sudah diganti. Tetapi kinerja PDAM Tirta Malem dalam melayani masyarakat tidak juga ada perubahan.

Perampingan karyawan dan karyawati dari tahun ke tahun, sampai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak kerap dilakuka Direktur Utama saat diangkat sebagai orang nomor satu di PDAM Tirta Malem. Terbukti dari 200 karyawan PDAM Tirta Malem pada tahun 2009 hingga sampai saat ini hanya bekisar 60 pegawai.

Dalam melakukan PHK, setiap Dirut PDAM Tirta Malem beralasan, ketidak sanggupan dalam melakukan pembayaran pegawai. Sementara untuk masuk bekerja di kantor berwarna biru banyak juga yang menjadi tumbal kebodohan (penyuapan) agar dapat bekerja di instansi Pemkab. Karo. Aksi demo besar – besaran juga tidak luput pernah dilakukan para pegawai Tirta Malem.

Santi Torong salah satu dari 23 karyawan yang di PHK secara sepihak tanpa ada pemberi tahuan dan ketegasan dari pemimpin Pjs Dir PDAM Tirta Malem, Enda Putri Brahmana sampai sekarang tidak juga dapat menerima tunjangan dan surat pemberhentian dirinya.

“Pastinya kami dilarang bekerja, tidak dijelaskan apa sebabnya kami diberhentikan serta gaji kami selama tiga tahun juga tidak dapat kami terima. Meski pada 13 Agustus 2014 kami sudah menyampaikan aspirasinya kepada Bupati, melalui selembar surat,” ungkapnya.

Santi juga mengungkapkan, pembayaran gaji mereka sebenarnya tidak jadi masalah besar seperti saat ini, jika pengelolanya transparan dan bagus ditanganin tanpa adanya kecurangan korupsi. Mengingat pelanggan PDAM Tirta Malem setiap kepala keluarga paling kecil membayar iuran Rp50.000, per bulan. Bila dikali rata – rata dengan sekitar 16.002 jumlah pelanggan tentu per bulan pendapata mencapai Rp800.000.000.(deb/don)

Share
Leave a comment