Fajar Budi Inisiatif Anti Korupsi

e-policing-online

TRANSINDONESIA.CO – “Kalau masih menerima, jangan keras-keras, membersihkan tempat yang kotor dengan sapu yang kotor akan tetap kotor. Memperbaiki tanggul yang jebol akan basah dan kena lumpur”.

Ungkapan itu diartikan untuk memperbaiki dan membersihkan dari dalam dan tidak mudah, dimana didalam dikatakan penghianat di luar dikatakan bagian dari si jahat.  Bagai berteriak-teriak di kampung orang tuli, berceritera tentang warna warni di kampung orang buta.

Itulah analogi-anologi dalam membangun inisiatif anti korupsi,  dalam birokrasi yang patrimonial, feodal, konvensional dan tidak rasional.

Begitu kuatnya kelompok-kelompok status quo, betapa sulitnya menggeser mind set kelompok-kelompok di zona nyaman.  Apapun bentuk perubahan akan dianggap mengusik ketenangan.

Siapapun yang mengajak melakukan perubahan akan ditentang, difitnah, rame-rame dijtuhkan, bahkan kalau perlu dimatikan.

Kekuasaan kelompok-kelompok status quo dizona nyaman sangat luar biasa bagai sang naga yang perkasa, mafia yang sdh mengakar dan menguasai segala sumber daya.

Siapa saja yang menyentuh sarang sang naga akan disengatnya. Memang sangat luar biasa, jangankan menyerang baru kita “ngrasani ” saja sudah bisa menggelepar-gelepar dibuatnya.

Senjatanya sangat ampuh, banyak cara untuk melumpuhkan lawan-lawannya dari yang halus bagai janji-janji untuk masuk surga dunia sampai ancaman untuk menjagalnya.

Selama cara-cara kaum status quo dan kelompok-kelompok di zona nyaman berkuasa, segala usaha inisiatif anti korupsi akan sia-sia.

Mengapa demikian? Karena mereka akan berlaku permisive: “Kalau masih menerima jangan keras-keras”.

Maknanya, awas hati-hati kamu juga kotor jangan coba-coba membersihkan. Membersihkan dengan sapu yang kotor akan tetap kotor juga.

Maknanya adalah pelemahan, dengan sinis sang naga berteriak: “Hai, bajingan jangan sok-sokan, ingat yang kumatikan sudah banyak”.

Menggelorakan inisiatif anti korupsi dalam birokrasi yang tidak rasional memang bagai mengajarkan kewarasan di rumah sakit jiwa.

Siapa saja yang menyaurakan akan dianggap gila. Dalam konteks ini dibutuhkan nyali tinggi dan nekad siap unthk mati.

Hampir disemua lini jaringan kekuatanya dan sudah diyakini sebagai kebenaran walau sebenarnya adalah pameran ketololan.

Sang naga dalam kata-katanya dianggap sebagai sabda dan menjadi pusaka oleh pengikut-pengikutnya.

Apa yang mesti dilakukan menghadapi seperti ini? Mungkinkah melawan naga sendirian? Bisakah hanya dengan berdoa menanti turunya ratu adil sang satria piningit?

Tentu semua ini tidak mungkin, tatkala nyali tidak ada, namun harus diyakini bahwa di dunia ini hanya satu yang tidak mungkin yaitu, orang makan kepalanya sendiri.

Nyali ini bukan berarti berani konyol namun keberanian membangun sistem. Memang tidak sekali teriak maka perubahan terjadi. Melainkan harus melalui proses panjang yang berat, berliku dan banyak kendala untuk menggagalkan.

Sistem yang hendaknya dibangun untuk dapat mengkritik tetapi tidak membuat marah dan mampu mengajak berubah. Dan memang harus menjadi suatu gerakan moral sebagai wujud revolusi mental.

Sistem-sistem online akan menyatukan, memadukan sehingga mampu berfungsi untuk memberikan pelayanan-pelayan yang cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses.

Membangun sistem harus menjadi core value dan merupakan soft power yang mampu menambal tanggul-tanggul bocor, peluang-peluan KKN dan memangkas tentakel-tentakel sang naga dari hulu sampai hilir.

Inisiatif anti korupsi dimulai dari membangun konsep, menyiapkan pemimpin yang transformatif, SDM yang berkarakter, pembangunan sistem, dan implementasinya didalam pelayanan-pelayan publik.

Nyali membangun sistem inilah yang semestinya digelorakan untuk menyadarkan, membangkitkan dan memberdayakan inisiatif anti korupsi sekaligus mematikan sang naga dan para mafia birokrasi.(CDL-Fajarbudi121214)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Share
Leave a comment