Bupati Sabu Hargai KPK

         Ilustrasi
Ilustrasi

TRANSINDOENSIA.CO – Bupati Sabu Raijua Marthen Luther Dira Tome menghormati dan menghargai penetapannya sebagai tersangka korupsi dana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur senilai Rp77 miliar oleh KPK RI.

“Saya sangat menghargai proses yang sementara dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dugaan korupsi dana PLS tahun 2007 lalu itu. Biarkan KPK bekerja sesuai aturan yang ada,” kata Marthen, Rabu (19/11/2014).

Marthen yang juga mantan Kepala Bidang Pendidikan Luar Sekolah (PLS) pada 2007 itu, mengatakan jika penetapan dirinya sebagai tersangka dengan dugaan penyalahgunaan kewenangan maka hal itu sudah pernah dijelaskan ketika dipanggil oleh Kajaksaan Tinggi NTT.

“Kalau tersangka dalam hal penyalahgunaan kewenangan, pertanyan saya adalah penyalahgunaan kewenangan yang mana. Itu yang dicari oleh Kejati NTT dulu, dan kita tunjukkan waktu itu bahwa yang tanda tangan adalah Thobias Uly waktu itu,”.

“Kalau salah gunakan kewenangan berapa benyak uang negara negara yang dirugikan. Walaupun demikian kita harus hargai proses yang ada saat ini,” kata Marthen.

Tentang penyampaian KPK RI terhadap statusnya sebagai tersangka, Marthen mengakui belum diberitahu. “Sampai saat ini saya belum dapat pemberitahuan oleh KPK soal status saya yang telah ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya.

KPK dalam siaran persnya yang dimuat di laman website kpk.go.id, Senin (17/11/2014) pukul 14:00 Wita, telah menetapkan dua mantan pejabat di lingkungan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana pendidikan luar sekolah pada Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Dinas Pendidikan dan Kebudayan Provinsi NTT tahun 2007.

Dua orang pejabat itu masing-masing JM (Mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT) dan MDT (Mantan Kepala Sub Dinas PLS Provinsi NTT).

Penetapan kedua mantan pejabat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT sebagai tersangka tersebut, didasarkan atas dua alat bukti yang cukup.

Tersangka JM selaku Kadis P dan K Provinsi NTT sekaligus Kepala Satuan Kerja yang bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan tersangka MDT selaku Kasubdin PLS Provinsi NTT yang juga merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi terkait penyaluran dana PLS pada Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah Dinas Pendidikan dan Kebudayan Provinsi NTT tahun 2007.

Dalam penyaluran dana PLS tersebut diduga terjadi penyalahgunaan yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara.

Atas perbuatan tersangka, keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini sebelumnya telah ditangani oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Provinsi NTT. KPK pun melakukan koordinasi supervisi (korsup) untuk mendorong penanganan perkara. Namun, dari hasil korsup penindakan yang dilakukan melalui gelar perkara bersama, disepakati Kejati NTT akan melimpahkan perkara tersebut kepada KPK yang kemudian mengambil alih penanganan perkara.

Pengambilalihan perkara sesuai dengan kewenangan KPK sebagaimana diatur dalam pasal 9 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, yang dilandasi beberapa pertimbangan hambatan teknis yang dialami Kejati NTT jika tetap menangani perkara tersebut dan menilai penanganan perkara akan lebih efektif jika ditangani oleh KPK.(ant/sun)

Share
Leave a comment