Koalisi Masyarakat Sipil Bali Tolak BDF VII

Jelang berlangsungnya Bali Democracy Forum (BDF) VII tahun 2014, Pengamanan diperketat di Bali Internasional Convention Center (BICC), Nusa Dua Bali, Kamis (9/10/2014).(ist)
Jelang berlangsungnya Bali Democracy Forum (BDF) VII tahun 2014, Pengamanan diperketat di Bali Internasional Convention Center (BICC), Nusa Dua Bali, Kamis (9/10/2014).(ist)

TRANSINDONESIA.CO – Koalisi Masyarakat Sipil Bali menolak pelaksanaan “Bali Democracy Forum” (BDF) VII yang dianggap tidak relevan lagi bagi pengembangan demokrasi setelah disahkannya Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah Nomor 22 tahun 2014.

“Peran masyarakat dalam demokrasi tidak dilibatkan penuh secara total. Kenyataannya dalam praktik demokrasi di Indonesia terjadi pembajakan peran masyarakat, misalnya dalam pemilihan kepala daerah,” kata Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Bali Komang Arya Ganaris di Denpasar, Kamis (9/10/2014).

Menurut dia, forum yang sedang diarahkan sebagai “role model” demokrasi di Asia itu dinilai merupakan pemanis dan pecitraan dari pemerintahan saat ini baik nasional maupun internasional.

“Forum ini sudah tidak layak lagi diselenggarakan yang hanya untuk membangun citra politik dengan biaya tinggi setiap tahunnya,” ucap aktivis berambut panjang itu.

Ia menilai bahwa demokrasi merupakan keniscayaan yang memberikan hak kebebasan termasuk di dalamnya keadilan serta tanggung jawab demi kedaulatan dan kesejahteraan rakyat.

Padahal, kata dia, yang ada selama ini merupakan pecitraan politik, sementara rakyat hanya sebagai penonton.

“Malahan baru-baru ini peran dan partisipasi rakyat dalam demokrasi telah diamputasi dengan disahkannya UU No 22 tahun 2014 tentang Pilkada,” ucapnya.

Tak hanya itu, pihaknya juga menyoroti kebijakan Master Plan Percepatan, Perluasan, dan Pembangunan Indonesia (MP3EI) yang banyak mendapat penolakan dari masyarakat.

“Dengan proyek di bawah arahan MP3EI, pariwisata Bali akan disulap sedemikian rupa dengan mengabaikan aspek lingkungan, sosial dan budaya seperti rencana reklamai Teluk Benoa pun menjadi legal dan sah,” katanya.

Senada dengan Arya, Ketua Aji Denpasar, Rofiqi Hasan menyatakan bahwa pemerintahan selanjutnya yakni Joko Widodo dan Jusuf Kalla diminta tidak melanjutkan kembali forum seperti BDF yang dinilai hanya rutinitas tahunan tanpa mengubah fondasi dan hak demokrasi untuk kesejahteraan rakyat.

“Pemerintahan selanjutnya tidak perlu lagi mengulangi pola-pola pencitraan. Apalagi forum ini hanya citra politik dengan biaya tinggi setiap tahunnya,” katanya.

Koalisi Masyarakat Sipil Bali terdiri atas Yayasan Manikaya Kauci, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonsia (YLBHI)-LBH Bali, Yayasan Bintang Gana, Pena’98, Sloka Institute, ALASE, Walhi Bali dan Aji Denpasar.

BDF VII dijadwalkan akan dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Jumat (10/10/2014) di Nusa Dua, Kabupaten Badung.

Salah satu tema dalam BDF 2014 yang menjadi sorotan dari lembaga swadaya masyarakat itu yakni “keterlibatan partisipasi publik” yang bertolakbelakang dengan kenyataan saat ini terkait UU Pilkada.(ant/oki)

Share
Leave a comment