TRANSINDONESIA.CO – Ilmu forensik pada tugas-tugas kepolisian merupakan pilar utama untuk membuktikan atau membuat terang suatu tindak pidana.
Forensik kepolisian dapat dipahmi sebagai fungsi yang mendukung proses penyidikan untuk membuktikan secara ilmiah atau berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dipertanggungjawabkan secara administrasi, hukum dan moral sekalipun (scientific investigation).
Mengapa polisi bersusah payah menggunakan forensik kepolisian dalam proses penyidikannya?
Tugas Polisi adalah untuk memnusiakan manusia, dalam proses penegakan hukum-pun upaya paksa yang digunakan tetap memberikan jaminn dan perlindungan HAM (hak asasi manusia), serta mencerminkan suatu supremasi hukum.
Dengan ilmu forensik maka, Polisi dalam melakukan penyidikan tidak asal main tangkap, asal tuding, asal mendapat pengakuan maupaun asal-asalan lainnya, melainkan membuktikan keesalahan yang dilakukan oleh tersangka sebagai sebuah tindak kejahatan yang kontra produktif atau tidak manusiawi.
Penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian adalah untuk membuktikan bukan menghakimi.
Kode etik bagi penyidik adalah supremsi hukum, memberikan jaminan dan perlindungan HAM, transparan, akuntabel dan berorientasi pada peningkatan kualits hidup masyarakat.
Makanya, tugas penyidikan tidak semata-mta untuk peradilan saja, melainkan ada produk untuk pencegahan, perbaikan, peningkatan dan pembangunan.
Forensik kepolisian mencakup ilmu-ilmu eksak dan sosial sebagai ilmu yang antar bidang dalam membangun kepolisian yang profesional dalam melakukan penyidikan.
Penyidikan tidak lagi berdasar pengakuan semata atau berdasar akal sehat saja, namun semua unsur pidana dapat dibuktikan, dihubung-hubungkan dan disimpulkan sebagai sebuah tindak pidaana.
Proses penyidikan dimulai dari tempat kejadian perkara (TKP):
1. Membuat pertanyaan-pertanyaan atas suatu kejadian untuk dapat menentukan sebagai sebuah kejahatan dan atau bukan.
2. Tatkala meyakini sebagai sebuah kejahatan, maka dilakukan mengupas unsur-unsur pidananya dan dikaitkan dengan aturan atau prosedur hukum.
3. Membuat model konstruksi unsur-unsur pidana yang akan di sidik.
4. Membuat langkah-langkah untuk membuktikanya, yang dimulai dari penelitian lapangan, barang bukti,pemerikasaan terhadap saksi, korban mupun tersangka.
5. Hasil penelitian dan pemeriksaan dihubung-hubungkan sebagai bentuk konstruksi tindak pidana yang dibuktikan berdasarkan forensik kepolisian ditambah pengamatan, dan keterangan-keterangan yang diperoleh dari hasil penyidikan dalam sebuah berita acara pemeriksaan (BAP)
Sejalan dengan pemikiran diatas, maka forensik kepolisian bukan lagi hanya di labortorium saja, melainkan sebuah divisi yang merupakan satuan tugas dari para ahli dibidang kedokteran, psikologi, balistik, daktiloskopi, kimia forensik, fisika forensik, biologi forensik, identifikasi, ellektro, teknik mesin, kelistrikan, dan sebagainya.
Dalam masyarakat modern dan demokratis, forensik kepolisian merupakan dasar dan pilar utama bagi proses penyidikan yang mampu untuk mewujudkan supremasi hukum.
Mampu memberikan j aminan dan perlindungan HAM, transparan dan akuntbel serta produk-produknya mampu pula untuk mencegah, memperbaiki, meningkatkan kualitas kienerja maupun pelayanan publik serta untuk pembangunan sistem-sistem yang semakin modern.
Disitulah nilai-nilai penjaga kehidupan, pembangun peradaban dan sebagai pejuang kemanusiaan ditunjukan dan diberikan kontribusinya oleh kepolisian dalam mendukung peningkatan kualitas hidup manusia.(CDL-Negerisakura290914)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana