Cerita Penjaga Pintu Air Tak Bisa Mudik

penjaga-pintu-air-jakartaSeorang penjaga pintu air tetap bekerja pada Lebaran.(ist)

TRANSINDONESIA.CO – Merayakan Idul Fitri bersama sanak saudara dan bergembria dikampung halaman dambaan sebagian besar warga Jakarta. Ritual “mudik alias mulih disik” (pulang dulu) yang erat dengan kemacetan rela dilakoni para kaum urban yang kini meninggalkan ibukota.

4.722.814 pemudik yang menggunakan moda transportasi laut, darat dan udara pada 2014. Jumlah tersebut turun 12,52 persen dibanding jumlah pemudik pada 2013, yang mencapai 5.398.514 orang.

Berbeda halnya para penjaga pintu air di wilayah Jakarta dan Bogor, Jawa Barat, kondisi tersebut tidak dapat mereka rasakan setiap tahunnya, karena mereka harus siaga menjalankan tugas memonitor volume air untuk kemaslahatan masyarakat.

Penjaga Pintu Air Kepala Pintu Air Bendung Katulampa, Bogor, Jawa Barat, Andi Sudirman, mengaku ia dan delapan orang anggota timnya harus memonitor 13 sungai yang dialiri air dari Puncak Hulu sepanjang Hari Lebaran hingga H+7 Lebaran (jika Lebaran jatuh pada Senin 28/7).

Meskipun berasal dari kota yang sama, yaitu Bogor, kewajiban Andi untuk memantau titik-titik banjir di sepanjang aliran sungai tersebut membuatnya tidak bisa berkumpul dengan keluarga saat Hari Lebaran tiba.

“Kami utamakan untuk siaga pada Lebaran. Ini sudah resiko pekerjaan kami, yang terpenting masyarakat aman dan tidak ada banjir selama Lebaran,” kata Andi.

Selama tujuh hari, 24 jam sehari, delapan penjaga Bendung Katulampa bergiliran memonitor air. Tidak hanya membuka dan menutup pintu air, mereka juga berkoordinasi dengan beberapa pihak untuk melaporkan dan menerima laporan terkait curah hujan dan volume air, seperti Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Pemprov DKI dan Kementerian Pekerjaan Umum untuk memantau ketinggian air.

Hal senada disampaikan penjaga pintu air Manggarai Julianto Wibowo, yang mengatakan ia dan delapan orang anggota timnya selalu memantau volume air dan curah hujan melalui radio selama Lebaran.

Sebabnya, lanjut Julianto, ialah volume air sempat naik pada Sabtu (26/7) setinggi 770Cm dengan status siaga IV, sedangkan batas normal ketinggian air di pintu air Manggarai adalah di bawah 750 cm.

Menurut dia, musim yang saat ini seharusnya masuk musim kemarau, ternyata masih turun hujan hingga mengakibatkan banjir di 14 titik di DKI Jakarta dengan ketinggian bervariasi mulai 10Cm hingga 70Cm.

Ketinggian air tersebut membuat beberapa warga Jakarta memindahkan kendaraan motor dan mobil mereka ke tempat yang lebih aman.

“Tidak ada mudik. Tapi, kami bangga karena bisa menjaga pintu air selama masyarakat merayakan Lebaran. Kami melakukannya untuk kepentingan masyarakat, untuk kepentingan negara,” kata Julianto.

Kebanggaan tersebut juga disampaikan oleh penanggung jawab Pintu Air Angke Hulu Nur Saputra, yang berasal dari Maluku, Ambon, yang mengatakan menjaga pintu air artinya mengabdi kepada masyarakat.

“Sudah biasa tiap tahun seperti ini. Namanya juga sedang mengabdi kepada masyarakat, yang penting tidak ada banjir dan semua masyarakat bisa merayakan Lebaran dengan gembira,” kata Nur Saputra.

Bagi Nur Saputra, keluhan dari keluarga tentang ketidak hadirannya saat Lebaran bisa diatasi dengan tetap memberi kabar dan bermaafan melalui pesan singkat yang dikirim dari telepon genggamnya.

Ia berpesan, agar warga Jakarta yang mudik dan meninggalkan rumahnya untuk mempersiapkan keamanan, seperti menyimpan barang berharga di tempat yang aman, mematikan listrik dan menitipkan rumah ke orang terdekat yang bisa dipercaya.

Penjaga pintu air mungkin merelakan waktu berkumpul bersama keluarga saat Lebaran untuk siaga menjalankan tugas. Namun, keamanan dan kenyamanan lingkungan rumah dari banjir tetap menjadi kewajiban warga yang meninggalkan kota untuk mudik ke kampung halaman mereka.(ant/lin)

Share
Leave a comment