Adhie Tak Masalahkan Prabowo Pernah Hina Gus Dur

prabowo-gus-durGus Dur dan Prabowo

 

TRANSINDONESIA.CO – Maraknya pernyataan “presiden buta” yang diutarakan oleh Prabowo Subianto yang telah dikuakkan oleh Allan Nairn, seorang jurnalis investigatif asal Amerika Serikat, secara blak-blakan dalam blog allannairn.org kini jadi isu hangat di tengah publik di sosial media.

Isu itu pun membuat penilaian terhadap capres nomor urut satu ini sebagai bentuk penghinaan Prabowo kepada Gus Dur. Namun hal tersebut disikapi netral oleh mantan orang dekat Gusdur, Adhie M. Massardi.

Menurut orang yang pernah menjabat sebagai juru bicara Gus Dur ini menilai kalau pernyataan Prabowo itu dianggap tidak bermasalah.

“Kalau soal menghina, siapa sih elite Indonesia yang tidak pernah menghina beliau (Gus Dur)? Tapi kenyataanya Gus Dur selalu memaafkan mereka. Bahkan bukan cuma kepada yang menghina, yang berkomplot menggulingkannya pun Gus Dur memaafkan. Bahkan sudah memaafkan Megawati, kendati hingga Gus Dur wafat tidak pernah minta maaf,” tutur Adhie, melalui pesan singkatnya, Kamis (26/6/2014).

Pria yang kini menjabat sebagai Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) ini,  justru melihat kalau pernyataan “Militer pun bahkan tunduk pada presiden buta ” dinilai Adhie bahwa sesungguhnya bekas Danjen Kopasus itu mengakui secara spontan kepemimpinan dan leadership Gus Dur.

“Jadi sulit dibayangkan, bagaimana bisa seorang presiden sipil, buta pula, bisa memberhentikan Panglima ABRI nyaris tanpa reaksi dari kalangan militer. Mungkin ketika itu Prabowo iba melihat bekas atasannya diberhentikan Gus Dur,” papar Adhie.

Lebih jauh Adhie menjelaskan, secara umum, apa yang diungkapkan Prabowo adalah benar adanya. Pasalnya saat itu Gus Dur memang sangat disegani kalangan militer. Makanya bisa mengubah tradisi Panglima TNI dari hanya jatah TNI-AD sekarang jadi jabatan bergilir setiap angkatan. Gus Dur juga berani memisahkan Polri menjadi mandiri, yang semula menjadi subordinasi TNI.

“Sayang, ketika Gus Dur baru menata Indonesia sebagai negara demokrasi dengan membangun supremasi sipil, Megawati dan para politisi sipil lain malah menarik kembali militer ke kancah politik, sehingga pada saat penggulingan Gus Dur di Parlemen, di Monas berjajar kendaraan perang lapis baja dengan moncong mengarah ke Istana,” pungkas Adhie.(wb/her)

Share
Leave a comment