Ini Hitungan Kerugian Negara Korupsi e-KTP Capai Rp3 T

gamawan fauzi dan korupsi e ktpMendagri Gamawan Fauzi usai memindai e-KTP dirinya di Kemendagri, Jakarta, Kamis 8 November 2012.(ant)

 

 

TRANSINDONESIA.CO – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, FITRA, memprediksi kerugian Negara akibat kasus korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012 mencapai Rp3 triliun.

Direktur invetigasi dan advokasi FITRA Uchok Sky Khadafi mengatakan berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan diketahui realisasi anggaran untuk pembayaran kontrak e-KTP tahun 2011 sebesar Rp1,1 triliun, untuk tahun 2012 sebesar Rp3,4 triliun dan untuk alokasi tahun 2013 sebesar Rp1 triliun.

Walaupun Negara sudah membayar kepada PT PNRI sebagai pemenang tender, namun dengan adanya korupsi dalam pengadaan e-KTP dalam bentuk konsorsium, PNRI tidak dapat menyelesaikan pekerjaan Penerapan KTP elektronik tahun 2011 dan 2012 sesuai dengan kontrak.

Berdasarkan berita acara serah terima (BAST) barang yang ditandatangani Ditjend Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) dan pihak kecamatan jumlah KTP elektronik yang harus didistribusikan sebanyak 172.015.400.

“Konsorsium PNRI hanya dapat mendistribusikan ke kecamatan sampai dengan 31 Oktober 2012 sebanyak 48.122.734 atau senilai Rp769 miliar dengan perhitungan distribusi KTP elektronik sebanyak 48.122.734 dikali Rp16.000 untuk satu harga ktp elektronik,” kata Uchok kepada Bisnis.com, Sabtu (26/4/2014).

Sampai dengan pemeriksaan lapangan berakhir tanggal 8 Januari 2013, sambung Uchok, jumlah ktp elektronik yang telah didistribusikan ke kecamatan sesuai BAST adalah sebanyak 52.887.528 atau senilai Rp846 miliar, dengan perhitungan dari jumlah e-KTP sebanyak 52.887.528 dikali Rp16.000 untuk satuan harga KTP.

“Jadi bila melihat realisasi anggaran tahun 2011 dan 2012 sebesar Rp4,6 triliun dan realisasi pekerjaan konsorsium PNRI sampai tanggal 8 Januari 2013 hanya sebesar Rp1,6 triliun, ada indikasi kerugian negara dari tahun 2011 sampai 2012 sebesar Rp3 triliun,” paparnya.

Dalam proses lelang FITRA juga menemukan penyimpangan yang merugikan negara, yakni harga perkiraan sementara (HPS) yang ditetap pejabat pembuat komitmen (PPK) bukan berdasarkan yang diperoleh dari hasil survei menjelang dilaksanakannya pengadaan e-KTP.

Harga satuan yang tercantum dalam HPS atas perangkat sejenisnya tersebut juga tidak bernilai sama.

Selain itu, ditemukan juga perangkat yang tidak mempunyai harga satuan di dalam perhitungan HPS, lingkup pekerjaan yang dimuat dalam pengumuman lelang berbeda dengan jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan, spesifikasi blangko e-KTP konsorsium PNRI tidak sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan dalam dokumen pemilihan, dan konsorsium PNRI sebagai pemenang lelang tidak memenuhi kelengkapan ISO 9001 dan ISO 14001 atas produk yang ditawarkan.(bis/met)

Share
Leave a comment