Kasus Trafficking Anak di Sumut Masih Tinggi

traffiking anak Pemandangan setiap hari di kota Medan, anak-anak sampai larut malam berada dipinggiran jalan untuk mengamen berharap belas kasih pada orang.(Transindonesia-dona)

 

 

 TRANSINDONESIA.co, Medan : Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAID) Sumatera Utara (Sumut) menangani sejumlah kasus trafficking atau penjualan anak terus bertambah jumlah kasusunya.

Sampai awal Maret 2014 sudah ada 17 kasus dibandingkan sebelumnya disepanjang tahun 2013 hanya sekitar 3 kasus.

Ketua Pokja Komisi perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumut, Mulim Harahap, mengatakan, dari berbagai kasus pengaduan yang diterima KPAID, kasus trafficking yang bertambah diawal Maret 2014 ini.

“Ya kalau dilihat dari angka dibandingkan tahun lalu, kasus trafficking yang bertambah. Namun ada juga beberapa kekerasan terhadap anak yang masih terjadi,” ujarnya di kantor KPAID Sumut, Selasa (11/3/2014).

Dijelaskannya, kasus trafficking ini memang masih dikhawatirkan. Apalagi wilayah Sumut termasuk daerah transit sehingga memudahkan terjadinya kasus perdagangan orang khususnya anak.

Kasus ini, kata Muslin, diprediksi bisa menurun, kalau semua lembaga yang bertanggung jawab atas masalah anak dapat berkerja dengan maksimal. Jadi, semua kasus harus dimonitori, sudah sejauh mana efektivitas penyelenggara memberikan perlindungan terhadap anak, baik pendidikan, kesehatan dan agama.

Selain kasus perdagangan anak, lanjutnya, kasus Hak Kuasa Anak (HKA) juga masih besar yang sudah mencapai 16 kasus dan ditahun lalu sampai mencapai 62 kasus. Biasanya perebutan hak asuh anak, adalah akibat perceraian orang tua, sehingga mengakibatkan pengaruh besar pada tumbuh kembang anak.

“Secara psikologi, akibat peristiwa perceraian orangtua itu, dapat menganggu tumbuh kembang sang anak lebih optimal. Tetapi hal itu tentu akan lebih optimal lagi jika kedua orangtua berkesempatan mengasuhnya secara bersama-sama, ” jelasnya.

Selanjutnya juga ada kasus kekerasan seksual terhadap anak yang sudah mencapai 6 kasus dari 54 kasus sebelumnya. Selama ini kasus sudah diserahkan ke pihak berwajib untuk diproses hukum. Namun hanya saja sering dikepolisian maupun di pengadilan masih belum maksimal memproses berbagai kasus tersebut, dengan alasan tidak cukup bukti.

“Kasus-kasus ini  menunjukan jaminan perlindungan terhadap anak sebagai amanat konstitusi perlu perjuangan dan komitmen antara negara pemerinth masyarakat. Karena kekerasan terhadap anak banyak penyebabnya seperti alasan ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, ilmu dan tekhnologi,” ungkapnya.

Untuk itu, seharusnya jaminan keselamatan harus didapatkan setiap anak untuk terhidar dari kekerasan minimal perlakuan salah terhadap anak, seperti menyuruh anak membeli rokok, dan konflik antara orang tua yang selalu anak menjadi korbannya.

Apalagi, semakin hari UUD semakin tua sedangkan kekerasan itu semakin tumbuh. Jadi, mengantisipasinya bukan hanya pemerintah, tetapi elemen yang khususnya dari keluarga.

“KPAID selalu mengkampanyekan ini, membentuk suatu unit atau pokja penanganan anak yang baik, konsultasi keluarga,” tutur Muslim.(sur/don)

 

Share
Leave a comment