Anggoro Buron Proyek Kemenhut Rp180 M

Anggoro

 

TRANSINDONESIA, Jakarta :  Setelah hampir lima tahun menghilang sebagai buronan korupsi, Anggoro Widjojo akhirnya tertangkap. Seiring perjalanan waktu, mungkin pembaca sudah lupa dengan kasusnya meskipun sering mendengar nama yang bersangkutan disebut-sebut dalam kisruh “cicak-buaya” beberapa tahun lalu.

Berikut ini paparan lengkap KPK tentang kasus pengusaha yang pernah ‘mengadu domba’ lembaga-lembaga penegak hukum Indonesia bersama adiknya, Anggodo.

Untuk kepentingan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian hadiah atau janji terkait pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan, pada Jumat (31/1/2014) ini, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan upaya hukum penahanan terhadap buronan tersangka korupsi AW (swasta).

Penahanan dilakukan setelah menjalani pemeriksaan pasca penangkapan, untuk 20 hari ke depan terhitung mulai hari ini di Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur Cabang KPK yang beralamat di Pomdam Jaya Guntur.

Sebelumnya, pada 19 Juni 2009 KPK menetapkan AW sebagai tersangka karena diduga telah memberi sesuatu atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya terkait dengan proses pengajuan anggaran (SKRT) di Departemen Kehutanan tahun 2007 – 2008.

Atas perbuatan tersebut, AW disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a dan/atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

AW merupakan pemilik PT Masaro Radiokom dan menjadi rekanan Departemen Kehutanan dalam pengadaan SKRT 2007 dengan nilai proyek sebesar 180 miliar rupiah. Proyek SKRT bermula pada Januari 2007, ketika Departemen Kehutanan mengajukan usulan rancangan program revitalisasi dan rehabilitasi hutan. AW diduga memberikan sejumlah uang kepada Anggota Komisi IV DPR RI dan pejabat Departemen Kehutanan RI untuk memuluskan pengajuan anggaran pengadaan peralatan SKRT.

Peran AW dalam kasus ter­sebut diketahui saat penyidik KPK mengembangkan penyidikan kasus proses alih fungsi hutan lindung pantai air telang Tanjung Api-Api Banyuasin Sumatera Selatan yang dilakukan oleh tersangka YEF (Yusuf Erwin Faishal – red), mantan ketua Komisi IV DPR RI. Selain itu, dalam persidangan YEF, diketahui pemberian uang ter­se­but sebagai imbalan atas membantu persetujuan anggaran pada program revitalisasi gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan. Selain kepada YEF, uang suap tersebut juga mengalir ke sejumlah anggota DPR.

Terhadap AW, KPK pernah mengeluarkan sprindik (surat perintah penyidikan) pada 19 Juni 2009 dan dua kali panggilan pada Juni 2009 tetapi tidak memenuhi panggilan tanpa penjelasan. Pada 17 Juli 2009, AW ditetapkan sebagai buronan KPK. Pencarian AW melibatkan koordinasi dengan ICAC Hongkong, Kejaksaan China, Interpol, Kemenlu, KemenkumHAM dan lain-lain.

Ia ditengarai kabur ke Singapura dan kemudian terlacak berada di China. Kemudian ditemukan lintasan terakhir 27 Jan 2014 dari Shenzhen ke Hongkong. Kembali dari HK, AW ditangkap di Shenzhen oleh otoritas setempat dan dibawa ke Guangzhou.(pr/bs/fer)

 

 

 

 

 

Share
Leave a comment